KEHIDUPAN AKHIR YANG SURAM
“Dika, mari makan dulu,biarlah ibu
menyusul”.
Diki
mengajak adiknya makan terlebih dahulu bersama-sama, dengan lembutnya ia
menggendong anak yang baru berusia tujuh tahun ini. Kasih sayang terhadap
adiknya sangat ia tanamkan dalam dirinya. Sang adik yang tadinya lagi asyik memainkan power ranger pembelian
almarhum ayahnya,sekarang ia beranjak dan menghampiri meja makan dengan
digendong sang kakak. Hidangan yang ada didalam tudung saji sangat
sederhana,didalamnya hanya ada lauk ikan teri hasil tangkapan sang Ibu dan nasi
secukupnya.
“Nak,jangan kau habiskan nasi dan lauk
itu!Sisakan untuk Ibumu ini ya”. Terfikir oleh Diki pesan sang Ibu sebelum
beliau meninggalkan rumah tadi pagi.kemudian ia sampaikanlah pesan itu kepada
adiknya yang lagi asyik menyantap hidangan yang sederhana itu. “Dik,sisakan ya
nasi dan lauknya untuk Ibu,mungkin sebentar lagi Ibu akan pulang”.dengan lemah
lembut ia membelai rambut adiknya dengan penuh kasih sayang.walau usia Dika
masih sembilan tahun dan belum dikatakan usia dewasa,tetapi dengan kkehidupan
yang terasa sulit inilah yang membuatnya terlihat dewasa. Sang Ibu merasa
bangga memiliki dua orang anak yang sangat mengerti kondisi dan situasi
kehidupan mereka sekarang ini.mereka juga sangat berbakti kepada orang tua yang
membesarkan mereka dengan kasih sayang.walaupun kini tiada lagi kepala keluarga
yang sebenarnya yaitu sang ayah yang sudah hamper sembilan tahun meninggalkan
mereka.
Jam dinding tua menunjukkan pukul
empat sore,keduanya terlihat menanti kedatangan sang Ibu yang dari tadi pagi
meninggalkan rumah.kegelisahan dirasakan keduanya,mondar-mandir kesana kemari
dilihatnya belum juga datang sosok yang dinanti itu.hari semakin sore,matahari
mulai terbenam hingga suara adzan berkumandang.tidak biasanya Ibu pulang hingga
malam begini. Dika terus menangis, mulutnya tak henti memanggil Ibu,diki
melihat adiknya menangis terus tak tega hatinya,ia meulai kehilangan akal untuk
membujuk Dika yang terus menagis.ia hanya dapat mengelus lembut rambut Dika,ia juga
hanya bisa memberikan kabar-kabar yang baik tentang Ibu mereka diluar sana.diki
berharap ucapannya benar dan tepat.
Semakin larut malam,udara terasa
dingin menusuk tulang,kesunyian malam itu terpecahkan oleh suara burung yang
tiap malam selalu bertengger dipohon mangga depan rumah mereka,uw’….uw’….burung
hantu selalu membuat keduanya takut.perasaan mencekam selalu ada disetiap
malam. Dika yang tadinya menangis kini mulai tertidur karena takut mendengar
suara mengerikan itu…ikh…takut juga ni,merinding bulu kudukku…itulah kata yang
sempat terucap oleh Diki.seketika fikiran menunggu sang Ibu lenyap dalam benaknya.kini berubah menjadi takut
yang ada,akhirnya Diki ikut terlelap ditemani mimpi entah baik atau buruk.
Keesokan paginya,Diki beranjak dari kasur ,perlahan-lahan
ia meninggalkan Dika yang masih tertidur pulas.ia berjalan menghampiridaun
pintu yang sudah tua dan engselnya hamper lepas akibat karat yang
menyelimutinya.perlahan-lahan menghampiri kamar yang berjarak lima langkahan
dari kamarnya,dilihatnya suasana kamar sama dengan suasana sebelum Ibu
meninggalkan rumah kemarin.Diki menangis terisak-isak,dadanya terasa
sesak.suara tangisan tak mampu ia tahan hingga
suara membangunkan Dika yang tertidur.
“Kak,kenapa?,Ibu belum pulang
juga?”.suara Dika terdengar lemas,ia mengusap-usap kedua matanya,dilihatnya
benar kamar Ibu nya masih dalam keadaan rapi dan sama seperti awal beliau
meninggalkan rumah.tanpa sepatah kata yang keluar dari mulutnya, Dika langsung
memeluk erat badan kakaknya yang kurus,keduanya saling menangis dan mengusap
air mata satu sama lain.keduanya mencoba ontuk menenangkan diri.
“sebaiknya kita susul Ibu di laut sana,Dika khawatir
ni!....tergopoh-gopoh menarik tangan sang
kakak,keduanya meninggalkan rumah dalam keadaan pintu ternganga ( terbuka ).
“Ibu…..!, Ibu…..!”.Dika memanggil
terus-menerus tak menghiraukan suaranya yang sedikit serak akibat batuk yang
menyerangnya dua hari yang lalu.warga melihat heran kearah mereka, tak ada
satupun warga yang mau perduli dengan tingkah laku mereka. “Dika, kita langsung kepantai saja, kamu
tidak lihat warga yang tidak perduli dengan kita. Masih saja kamu tanya”.
Dika
terus menangis terisak-isak.ia tak mampu lagi berbicara terus saja mengikuti
kemana langkah sang kakak membawanya.Dika hanya dapat berdoa disepanjang jalan
mereka,berharap hal baik yang menolongnya.tampak kesedihan mewarnai wajah
keduanya.tapi dalam doanya, ia tak hentinya memanggil sebutan ibu dari
mulutnya.
Sesampainya dipesisir pantai,laut yang
yang membentang luas terlihat mengubur kenangan pahit dengan keduanya.
Huaaaaaaaa……!!!!!!!!,teriakan keras memantul dan memekakkan teling. sang adik
terlihat marah dan mengucapkan kata sumpah serapah,matanya melihat dendam dan
benci ke arah laut, terlihat seperti ia tahu sesuatu tentang kejadian yang
menimpa sang Ibu. Seketika gelombang besar menerpa sang adik yang tengah
berdiri di tepian pantai dan merenggut nyawanya hingga ia tewas dalam santapan
ombak. Dika………..!!!!!!!!,jangan tinggalkan kakak dik, ikhkhkhkh… Diki menangis
sekeras-kerasnya, ia memberontak dan menghempaskan tubuhnya diatas pasir pantai
yang padat dan basah. Ia mencoba menarik tangan Dika ,mencoba menarik sekuat
mungkin, tapi usahanya sia-sia,gengggaman tangan keduanya terlepas, Diki
kehilanagn 3 orang yang disayangi,dimulai dari Ayah,Ibu sekarang sang adik yang
dimiliki. Setan merasuki tubuh Diki,emosi tak terkontrol,fikirannya telah
buntu.tanpa berfikir panjang ia menerjunkan diri dan mengejar ombak yang besar
,hingga membuatnya tenggelam untuk selamanya bersama Ibu dan adiknya, warga
yang melihat tekad Diki mencoba untuk mencegah,tapi tak seorangpun yang berani
mendekati ombak yang begitu besar. Hujan berjatuhan membasahi pasir dipinggiran
pantai,nyiur bergoyangdengan kencangnya,itu pertanda bahwa hari dan nyiur ikut
prihatin atas kejadian yang menimpa keluarga sederhana ini.
THE END
Tidak ada komentar:
Posting Komentar