Selasa, 03 Januari 2012

First


 KEHIDUPAN AKHIR YANG SURAM
                           
          “Dika, mari makan dulu,biarlah ibu menyusul”.
Diki mengajak adiknya makan terlebih dahulu bersama-sama, dengan lembutnya ia menggendong anak yang baru berusia tujuh tahun ini. Kasih sayang terhadap adiknya sangat ia tanamkan dalam dirinya. Sang adik yang tadinya  lagi asyik memainkan power ranger pembelian almarhum ayahnya,sekarang ia beranjak dan menghampiri meja makan dengan digendong sang kakak. Hidangan yang ada didalam tudung saji sangat sederhana,didalamnya hanya ada lauk ikan teri hasil tangkapan sang Ibu dan nasi secukupnya.
          “Nak,jangan kau habiskan nasi dan lauk itu!Sisakan untuk Ibumu ini ya”. Terfikir oleh Diki pesan sang Ibu sebelum beliau meninggalkan rumah tadi pagi.kemudian ia sampaikanlah pesan itu kepada adiknya yang lagi asyik menyantap hidangan yang sederhana itu. “Dik,sisakan ya nasi dan lauknya untuk Ibu,mungkin sebentar lagi Ibu akan pulang”.dengan lemah lembut ia membelai rambut adiknya dengan penuh kasih sayang.walau usia Dika masih sembilan tahun dan belum dikatakan usia dewasa,tetapi dengan kkehidupan yang terasa sulit inilah yang membuatnya terlihat dewasa. Sang Ibu merasa bangga memiliki dua orang anak yang sangat mengerti kondisi dan situasi kehidupan mereka sekarang ini.mereka juga sangat berbakti kepada orang tua yang membesarkan mereka dengan kasih sayang.walaupun kini tiada lagi kepala keluarga yang sebenarnya yaitu sang ayah yang sudah hamper sembilan tahun meninggalkan mereka.

          Jam dinding tua menunjukkan pukul empat sore,keduanya terlihat menanti kedatangan sang Ibu yang dari tadi pagi meninggalkan rumah.kegelisahan dirasakan keduanya,mondar-mandir kesana kemari dilihatnya belum juga datang sosok yang dinanti itu.hari semakin sore,matahari mulai terbenam hingga suara adzan berkumandang.tidak biasanya Ibu pulang hingga malam begini. Dika terus menangis, mulutnya tak henti memanggil Ibu,diki melihat adiknya menangis terus tak tega hatinya,ia meulai kehilangan akal untuk membujuk Dika yang terus menagis.ia hanya dapat mengelus lembut rambut Dika,ia juga hanya bisa memberikan kabar-kabar yang baik tentang Ibu mereka diluar sana.diki berharap ucapannya benar dan tepat.
          Semakin larut malam,udara terasa dingin menusuk tulang,kesunyian malam itu terpecahkan oleh suara burung yang tiap malam selalu bertengger dipohon mangga depan rumah mereka,uw’….uw’….burung hantu selalu membuat keduanya takut.perasaan mencekam selalu ada disetiap malam. Dika yang tadinya menangis kini mulai tertidur karena takut mendengar suara mengerikan itu…ikh…takut juga ni,merinding bulu kudukku…itulah kata yang sempat terucap oleh Diki.seketika fikiran menunggu sang Ibu  lenyap dalam benaknya.kini berubah menjadi takut yang ada,akhirnya Diki ikut terlelap ditemani mimpi entah baik atau buruk.

Keesokan paginya,Diki beranjak dari kasur ,perlahan-lahan ia meninggalkan Dika yang masih tertidur pulas.ia berjalan menghampiridaun pintu yang sudah tua dan engselnya hamper lepas akibat karat yang menyelimutinya.perlahan-lahan menghampiri kamar yang berjarak lima langkahan dari kamarnya,dilihatnya suasana kamar sama dengan suasana sebelum Ibu meninggalkan rumah kemarin.Diki menangis terisak-isak,dadanya terasa sesak.suara tangisan tak mampu ia tahan hingga  suara membangunkan Dika yang tertidur.
          “Kak,kenapa?,Ibu belum pulang juga?”.suara Dika terdengar lemas,ia mengusap-usap kedua matanya,dilihatnya benar kamar Ibu nya masih dalam keadaan rapi dan sama seperti awal beliau meninggalkan rumah.tanpa sepatah kata yang keluar dari mulutnya, Dika langsung memeluk erat badan kakaknya yang kurus,keduanya saling menangis dan mengusap air mata satu sama lain.keduanya mencoba ontuk menenangkan diri.
          “sebaiknya kita susul Ibu di laut sana,Dika khawatir ni!....tergopoh-gopoh  menarik tangan sang kakak,keduanya meninggalkan rumah dalam keadaan pintu ternganga ( terbuka ).
          “Ibu…..!, Ibu…..!”.Dika memanggil terus-menerus tak menghiraukan suaranya yang sedikit serak akibat batuk yang menyerangnya dua hari yang lalu.warga melihat heran kearah mereka, tak ada satupun warga yang mau perduli dengan tingkah laku mereka.  “Dika, kita langsung kepantai saja, kamu tidak lihat warga yang tidak perduli dengan kita. Masih saja kamu tanya”.
Dika terus menangis terisak-isak.ia tak mampu lagi berbicara terus saja mengikuti kemana langkah sang kakak membawanya.Dika hanya dapat berdoa disepanjang jalan mereka,berharap hal baik yang menolongnya.tampak kesedihan mewarnai wajah keduanya.tapi dalam doanya, ia tak hentinya memanggil sebutan ibu dari mulutnya.

          Sesampainya dipesisir pantai,laut yang yang membentang luas terlihat mengubur kenangan pahit dengan keduanya. Huaaaaaaaa……!!!!!!!!,teriakan keras memantul dan memekakkan teling. sang adik terlihat marah dan mengucapkan kata sumpah serapah,matanya melihat dendam dan benci ke arah laut, terlihat seperti ia tahu sesuatu tentang kejadian yang menimpa sang Ibu. Seketika gelombang besar menerpa sang adik yang tengah berdiri di tepian pantai dan merenggut nyawanya hingga ia tewas dalam santapan ombak. Dika………..!!!!!!!!,jangan tinggalkan kakak dik, ikhkhkhkh… Diki menangis sekeras-kerasnya, ia memberontak dan menghempaskan tubuhnya diatas pasir pantai yang padat dan basah. Ia mencoba menarik tangan Dika ,mencoba menarik sekuat mungkin, tapi usahanya sia-sia,gengggaman tangan keduanya terlepas, Diki kehilanagn 3 orang yang disayangi,dimulai dari Ayah,Ibu sekarang sang adik yang dimiliki. Setan merasuki tubuh Diki,emosi tak terkontrol,fikirannya telah buntu.tanpa berfikir panjang ia menerjunkan diri dan mengejar ombak yang besar ,hingga membuatnya tenggelam untuk selamanya bersama Ibu dan adiknya, warga yang melihat tekad Diki mencoba untuk mencegah,tapi tak seorangpun yang berani mendekati ombak yang begitu besar. Hujan berjatuhan membasahi pasir dipinggiran pantai,nyiur bergoyangdengan kencangnya,itu pertanda bahwa hari dan nyiur ikut prihatin atas kejadian yang menimpa keluarga sederhana ini.


                                      THE END
  

Tidak ada komentar:

Posting Komentar